”Untung kami terjaga saat hujan tengah malam itu. Kalau kami lengah karena tertidur, pasti akan banyak orang di pantai mencari bangkai jasad kami,” tutur Sulaiman Nento (45) mengenang tragedi air bah yang menimpa warga Desa Pakuku Jaya, sehari setelah hari raya Idul Adha, Sabtu (1/8). Sulaiman adalah satu di antara 47 kepala keluarga ikut diterjang banjir sungai Milangodaa. 29 rumah hanyut tak menyisakan satu benda apapun selain pakaian yang melekat di badan.
Banjir bah di Pakuku Jaya bukan sekali ini saja namun terparah di tahun ini. Sejarah banjir bandang besar tahun 2008 telah memutuskan jembatan jalan trans sulawesi Desa Milangodaa. Ketika itu, banjir bandang tidak membelok ke arah barat, di mana permukiman berada. Desa Pakuku Jaya dan sebagian Milangodaan Barat terhindar dari bencana air bah itu.
“Banjir (di tahun) ini masih tergolong kecil jika dibandingkan 12 tahun lalu. Kalau banjir tahun 2008 itu masuk di kampung (Pakuku Jaya dan Milangodaa Barat), semuanya pasti akan hanyut. Alat berat proyek pengolahan batu kali eksavator dan truk Fuso hanyut seperti batang pohon sejauh ratusan meter sampai di laut. Sampai sekarang masih ada bangkai alat-alat berat itu di dalam laut,” ucap Sulaiman.
Air kiriman dari sungai arah Milangodaa Utara kemudian menyatu dengan sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) Milangodaan Barat, lalu mengikuti