Babak Baru Persoalan Tapal Batas Bolmong – Bolsel

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr +

instink.net, BOLMONG – Polemik terkait tapal batas antara Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara, yang diatur dalam  Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 40 tahun 2016, memasuki babak baru.

Selasa (13/11/ 2018) pagi, tim kuasa hukum Pemkab Bolmong, Ihza & Ihza Lawfirm resmi mendaftarkan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) untuk menguji keabsahan dari Permendagri nomor 40 tahun 2016 tersebut.

Advokat dari Ihza & Ihza Lawfirm (Biro hukum milik Profesor Jusril Ihza Mahendra), Gugum Ridho Putra SH MH menyatakan bahwa Permendagri 40/2016 terdapat permasalahan dari segi formil maupun materilnya.

“Dari segi formil, ia disusun tidak sesuai prosedur karena tidak didasarkan kesepakatan batas yang telah ada sebelumnya,” kata Gugum dikutip dari laman berita Pemkab Bolmong.

Gugum melanjutkan, alasan formil lainnya adalah munculnya 7 titik koordinat batas yang tidak dapat diketahui asal-usulnya. Ketujuh titik koordinat ini tidak ada jejak penelusurannya dalam hasil survei di lapangan. Ia merasa Permendagri nomor 40 tahun 2016 telah melanggar pasal 8 ayat 1 huruf a Permendagri 78 tahun 2012 tentang penegasan batas daerah karena memunculkan titik koordinat tanpa melalui survei lapangan.

“Setelah dicek lebih dalam, kerapatan masing masing pilar batas utama (PBU) dalam Permendagri juga menyalahi aturan. Menurut Permendagri nomor 78 tahun 2012, kerapatan jarak maksimal bagi batas antar Pemkab yang berpotensi tinggi maksimal 1-3 kilometer. Faktanya melebihi itu. Titik koordinat 07 ke PBU 25 misalnya terbentang 5,9 kilometer,” jelasnya.

Atas dasar ini, secara materil permendagri nomor 40 tahun 2016 jelas melanggar asas kepastian hukum dan asas keakuratan dalam Undang-Undang (UU) nomor 4 tahun 2011 tentang informasi geospasial. Munculnya 7 titik koordinat baru dalam peta batas tidak memiliki pijakan hukum.

“Permendagri melanggar asas keakuratan karena tahapan penyiapan dokumen tidak dilakukan dengan benar sebab dua kesepakatan adat yang telah dibuat tahun 2004 dan 2008 sama sekali tidak dijadikan pedoman,” ujarnya.

Baca :

Kasubag Hukum dan HAM Pemkab Bolmong, Muhammad Triasmara Akub menyampaikan agar semua pihak menahan diri dulu dengan proses yg sudah ditempuh Pemkab Bolmong. Masuknya JR ini kata Triasmara adalah proses konstitusional yang harus dihormati dan sah, tidak ada pihak manapun yang bisa menyalahkan proses yang dilakukan ini.

“Insyaallah proses ini bisa maksimal dan kami yakin karena bukti dan argumentasi dalam JR sangat kuat. Tentunya kami meyakini kapasitas dan profesionalitas dari Yusril Ihza Mahendra beserta timnya dalam menangani masalah ini,” kata Triasmara.

Sementara itu, Pemkab Bolsel melalui Kabag Humas Ahmadi Modeong mengatakan bahwa gugatan yang diajukan Pemkab Bolmong tidak ingin ditanggapi Pemkab Bolsel. Ia berpendapat bahwa Pemkab Bolsel tidak akan mempermasalahkan atas gugatan yang diajukan Pemkab Bolmong.

“Yang berperkara itu Pemkab Bolmong dengan Mendagri atas apa yg mereka gugat bukan dengan Bolsel makanya tidak boleh Bolsel masuk urusan mereka nanti dinilai ikut campur dan itu tidak etis. Masa masalah Bolmong dengan Mendagri kemudian Pemkab Bolsel ikut campur. Kita biasa saja. Pemkab Bolsel tidak mau menanggapi itu,” ujarnya melalui pesan singkat whatsapp.

Sebagaimana diketahui, pada tahun 2004 dan tahun 2008 sudah ada kesepakatan adat soal batas kedua daerah yang ditandai dengan itum-itum atau sumpah adat. Tidak dimasukannya kedua kesepakatan adat itu dalam Permendagri nomor 40 tahun 2016 dianggap melanggar Permendagri pasal 3 nomor 78 tahun2012 tentang pedoman penegasan batas daerah.

Jurnalis : Mathox Kadullah

Bagikan berita ini:

Comments are closed.

instink.net