Puluhan warga Desa Pindol Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) akhirnya mendatangi kantor DPRD Provinsi Sulut, Senin (22/11/2021). Warga meminta kepada wakil rakyat memediasi persoalan proses ganti untung pembebasan lahan dan tanaman pembangunan bendungan di desa yang sebaliknya justru merugikan masyarakat petani.
Dengar pendapat atau hearing yang berlangsung di ruang paripurna siang itu, telah menghadirkan sejumlah pejabat pemerintah provinsi Sulut dan Balai Wilayah Sungai Sulawesi.
Di tengah jalannya rapat, setelah mendengarkan penjelasan BWS dan pengaduan warga Pindol, Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulut Viktor Mailangkay mengungkapkan, pihaknya akan menghadirkan BPN dan timnya untuk menjelaskan metodelogi yang digunakan dalam penilaian harga lahan dan tanamanan yang dampaknya merugikan warga sekitar pembangunan bendungan.
“Karena setelah mendapat penjelasan dari pihak BWS, mereka hanya melakukan juru bayar atas hasil penilaian tim penilai yang di dalamnya ada BPN Bolmong,” ucap Viktor saat memimpin jalannya rapat hearing besama empat anggota Dewan, di antaranya Yusra Alhabsih, perwakilan dari Dapil Bolmong Raya.
Di tambahkan Yusra, pertemuan akan dilakukan kembali dengan menghadirkan BPN dan tim penilai guna mendapat penjelasan mekanisme penilaian pembebasan lahan dan tanaman sebelum tim dari Dewan Provinsi melakukan survei dengan turun langsung ke lokasi.
“Banyak kasus-kasus seperti ini, di mana warga justru dirugikan atas pembebasan lahan untuk proyek-proyek pembangunan. Aspirasi ini kami akan kawal hingga hasilnya nanti masyarakat harus diuntungkan,” kata Yusra.
BPN Bolmong Pihak Bertanggungjawab
Gun Gonibala, salah satu pemilik lahan yang masuk di areal pembangunan Bendungan, mengungkapkan, setelah rapat bersama Dewan Provinsi dirinya baru memahami, BPN Bolmong dan tim penilai sebenarnya adalah pihak yang bertanggungjawab atas kerugian yang dialami masyarakat.
“Menurut penjelasan dari Kepala BWS tadi, penilaian tanah dan tanaman diserahkan kepada BPN dan tim Appraisal. Sementara, BPN selama ini tidak terbuka kepada masyarakat mengenai penetapan besaran berapa harga tanah dan tanaman yang menjadi acuan mereka,” kata Gonibala usai rapat hearing.
Dugaan adanya permainan dalam proses pembebasan lahan dan tanaman juga dirasakan Syaril Paputungan. Ini yang membuat dia menolak hasil taksiran harga yang dihitung oleh BPN dan timnya.
“Pengumuman hasil nilai penghitungan harga tanah dan tanaman di balai desa oleh pihak BPN dan tim waktu itu, hanya mencantumnya jumlah total dari beberapa pemilik lahan yang akan dibayar. Jadi saya tidak tahu berapa sebenarnya harga pasti untuk tanah dan tanaman di kebun saya,” akunya.
Ditambahkan Suhardi Rahmat, yang juga pemilik lahan, mengatakan BPN Bolmong dan tim Appraisal telah menggunakan peraturan lama yang sudah tidak lagi berlaku saat dilakukan penghitungan tanah dan tanaman. Akibatnya, nilai tanah dan tanaman yang dibebaskan turun hingga miliaran rupiah.
“Kini sudah ada aturan yang baru yakni PP Nomor 19 tahun 2021 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum serta Permen Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 19 tahun 2021 tentang ketentuan pelaksanaan PP nomor 19 tahun 2021,” kata Suhardi.
Sehingganya, dia sudah melakukan sanggahan kepada pihak BPN Bolmong dan BWS Sulawesi serta melaporkan hal ini kepada BPK dan Ombudsmen RI wilayah Sulut untuk diusut mengenai anggaran pembebasan lahan dan tanaman.
“Jangan membodohi dan menakut-takuti kami yang cuma warga biasa. Kami akan lakukan perlawanan ketika proses ganti untung lahan dan tanaman kami justru dirugikan,” tegasnya. (redaksi)