Komisi Yudisial akan memeriksa majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta
terkait hilangnya sejumlah nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI termasuk
nama Ketua DPR Setya Novanto, dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP, dengan terdakwa
Irman dan Sugiharto.
“Kita akan memeriksa (majelis hakim) ada proses yang harus dilewati terlebih dahulu, karena
harus ada pemeriksaan saksi-saksi dan bukti. Dan mungkin saja kalau dibutuhkan, hakim yang
bersangkutan diperiksa,” ujar Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari usai menghadiri
acara penganugerahan award ‘Merawat Kebangsaan’ sekaligus pelantikan dewan pengurus
nasional Gerakan Rumah 98 di Gedung Komisi Yudisial, Sabtu (12/8/2017).
Di kasus tersebut, Irman dan Sugiharto selaku pejabat Kementerian Dalam Negeri, divonis 7
dan 5 tahun penjara, lantaran terbukti menerima suap terkait proyek e-KTP. Irman juga
diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Sementara, Sugiharto
diwajibkan membayar denda Rp 400 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Aidul menuturkan, proses pemeriksaan Kode Etik Perilaku Hakim (KEPH) kurang lebih akan
memakan waktu selama 60 hari. Namun Aidul mengatakan, Komisi Yudisial akan memberikan
prioritas dalam menyelidiki kasus ini kurang dari 60 hari.
“Ada waktu sekitar dua minggu untuk bisa selesaikan tahapan pemeriksaan saksi termasuk
analisis keputusan serta saksi-saksi. Kalau ada perkembangan kita bisa memeriksa hakim
apakah ada pelanggaran etik atau tidak,” Kata Aidul.
Aidul menjelaskan, Komisi Yudisial biasanya telah melakukan proses pemantauan sejak
sidang perkara dimulai, termasuk sidang kasus korupsi e-KTP. Namun sampai saat ini, Aidul
belum bisa menarik kesimpulan apakah terdapat dugaan intervensi yang dilakukan beberapa
pihak dalam jalannya sidang tersebut.
“Kita sudah mulai sejak awal, tetapi saya tidak bisa buka, karena ada hal-hal yang
dirahasiakan. Ujungnya putusan rekomendasi, nanti kita lihat respons dari
Mahkamah Agung,” ujar Aidul.
Aidul menuturkan, hasil investigasi serta analisa Komisi Yudisial terkait persidangan kasus
e-KTP tak akan mencampuri putusan majelis hakim. Akan tetapi, KY dapat melakukan
pemeriksaan jika publik merasa ada kejanggalan di dalamnya putusan tersebut.
“Kita tidak masuk putusan, itu wewenang hakim, tetapi kita pantau prosesnya karena ini
bagian kasus menyita publik jadi dari awal sudah tugaskan staf Komisi Yudisial untuk
memantau,” ujarnya.
Dalam vonis Irman dan Sugiharto, majelis hakim hanya menyebutkan 3 anggota DPR yang
diduga menerima aliran duit proyek e-KTP.
Mereka adalah Ade Komarudin (Golkar), Markus Nari (Golkar), dan Miryam S Haryani (Hanura). Dua nama terakhir sudah berstatus tersangka.
Berikut adalah rincian penerimaan aliran dana versi hakim:
- Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggriani sebesar 500 ribu dolar AS
- Anggota DPR Miryam Haryani sebesar Rp 1,2 juta dolar AS
- Anggota DPR Markus Nari sebesar 400 ribu dolar AS atau Rp 4 miliar
- Anggota DPR Ade Komarudin sebesar 100 ribu dolar AS
- Pengacara Hotma Sitompul sebesar 400 ribu dolar AS
- Ketua Tim Teknis Pengadaan e-KTP Husni Fahmi sebesar 20 ribu dolar AS dan Rp 30 juta
- Ketua Panitia Lelang e-KTP Drajat Wisnu Setyawan sebesar 140 ribu dolar AS dan Rp 25 juta
- Enam anggota panitia lelang e-KTP, masing-masing sebesar Rp 10 juta.
- Abraham Mose dan kawan-kawan masing-masing sebesar Rp 1 miliar
- Tim Fatmawati masing-masing sebesar Rp 60 juta
- Manajemen bersama konsorsium sebesar Rp 137 miliar
- Perusahaan Umum PNRI sebesar Rp 107 miliar
- PT Sandipala sebesar Rp 145 miliar
- PT Mega Lestari Ungggul Holding Company PT Sandipala sebesar Rp 148.863.947.162
- PT LEN Industri sebesar Rp 3,45 miliar
- PT Sucofindo sebesar Rp 8.231.289.362
- PT Quadra Sution sebesar Rp 79 miliar
Berikut nama-nama yang disebut dalam tuntutan dan dakwaan untuk Irman dan Sugiharto versi KPK:
- Gamawan Fauzi 4,5 juta dolar AS dan Rp 50 juta
- Diah Anggraini 2,7 juta dolar AS dan Rp 22,5 juta
- Drajat Wisnu Setyaan 615 ribu dolar AS dan Rp 25 juta
- 6 orang anggota panitia lelang masing-masing 50 ribu dolar AS
- Husni Fahmi 150 ribu dolar AS dan Rp 30 juta
- Anas Urbaningrum 5,5 juta dolar AS
- Melcias Marchus Mekeng 1,4 juta dolar AS
- Olly Dondokambey 1,2 juta dolar AS
- Tamsil Lindrung 700 ribu dolar AS
- Mirwan Amir 1,2 juta dolar AS
- Arief Wibowo 108 ribu dolar AS
- Chaeruman Harahap 584 ribu dolar AS dan Rp 26 miliar
- Ganjar Pranowo 520 ribu dolar AS
- Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR 1,047 juta dolar AS
- Mustoko Weni 408 ribu dolar AS
- Ignatius Mulyono 258 ribu dolar AS
- Taufik Effendi 103 ribu dolar AS
- Teguh Djuwarno 167 ribu dolar AS
- Miryam S. Haryani 23 ribu dolar AS
- Rindoko, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing 37 ribu dolar AS
- Markus Nari Rp 4 miliar dan 13 ribu dolar AS
- Yasonna Laoly 84 ribu dolar AS
- Khatibul Umam Wiranu 400 ribu dolar AS
- M Jafar Hapsah 100 ribu dolar AS
- Ade Komarudin 100 ribu dolar AS
- Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp 1 miliar
- Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar
- Marzuki Ali Rp 20 miliar
- Johanes Marliem 14,880 juta dolar AS dan Rp 25.242.546.892
- 37 anggota Komisi II lainnya seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang berkisar antara 13 ribu dolar AS sampai dengan 18 ribu dolar AS
- Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta
- Mahmud Toha sejumlah Rp 3 juta
- Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260
- Perum PNRI Rp 107.710.849.102
- PT Sandipala Artha Putra Rp 145.851.156.022
- PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp 148.863.947.122
- PT LEN Industri Rp 20.925.163.862
- PT Sucofindo Rp 8.231.289.362
- PT Quadra Solution Rp 127.320.213.798,36
- Setya Novanto dan Andi Narogong sebesar Rp 574 miliar.
Sumber : Kumparancom
Editor : Redakturinstinknet