SULUT – Gejolak di Papua belum kunjung mereda. Tidak hanya terjadi di Bumi Cendrawasih, sejumlah daerah juga mengalami dampaknya. Di Sulawesi Utara, misalnya, sedikitnya ratusan warga asli Papua di sejumlah daerah terpaksa harus hijrah kembali ke kampung halamannya.
Data yang berhasil dihimpun jurnalis instink.net dari sejumlah agen perjalanan maskapai di Kota Manado dan sekitarnya menyebutkan, penduduk asli Papua melakukan eksodus besar-besaran dari Sulawesi Utara kembali ke Papua. Sejak Kamis (5/9/2019) pagi, jumlah penjualan tiket dari Bandar udara Samratulangi dengan tujuan ke Bandara Sentani Jayapura mengalami lonjakan yang cukup signifikan.
Data rangkuman tersebut merinci, sejak pagi tadi, sedikitnya 50 lembar tiket dari sejumlah maskapai terjual dengan tujuan ke Jayapura. Menyusul beberapa jam kemudian, sudah 80-an tiket kembali habis dibeli oleh warga asli Papua yang berdomisili di Kota Manado pulang ke kampung halaman.
Hal ini disinyalir kuat ada kaitannya dengan maklumat yang dikeluarkan oleh Majelis Rakyat Papua kepada para mahasiswa yang sedang belajar di luar pulau. Selembar maklumat tertulis tersebut di foto dan diunggah di akun twitter @febrofirdaus milik febriana firdaus, yang juga adalah jurnalis sekaligus pegiat HAM.
Lupa mau share ini kemarin. Majelis Rakyat Papua sudah bermaklumat semua mahasiswa Papua diminta kembali ke Tanah Papua. Studi dilanjutkan di Papua saja. pic.twitter.com/gV8auJ4dix
— febriana firdaus (@febrofirdaus) August 24, 2019
Diantaranya maklumat yang ditandatangani oleh Ketua MRP Timotius Murib berisi tentang “Seruan kepada mahasiswa Papua di semua kota studi pada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kembali ke Tanah Papua.”
Juga dalam maklumat itu “menyerukan kepada mahasiswa Papua bila tidak mendapatkan jaminan keamanan dan kenyamanan dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan aparatur TNI/Polri di setiap kota studi, maka diserukan para mahasiswa untuk dapat kembali melanjutkan dan menyelesaikan studinya di tanah Papua,”.
Disebutkan bahwa maklumat itu dikeluarkan menyusul berbagai tindakan rasisme, kekerasan, dan persekusi dari aparat TNI/Polri, ormas, dan kelompok masyarakat yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya, Malang, Semarang, dan Makassar.
Editor: Boni Hardian