Seorang Pimpinan Satpol-PP Cengeng dan Mak-Mak yang Melempari dengan Ember

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr +

Tautan berita online hampir saban hari tidak pernah absen ramai dan berbondong-bondong mengisi grup WhatsApp jurnalis di ponsel pintar saya. Hari ini sebuah tautan berita online cukup buat saya penasaran mengaksesnya. Saya beri satu tautan berita terkait. ( https://www.formakindonews.net/2019/07/di-hantam-dengan-ember-oleh-penjual-bibir-seorang-satpol-pp-kotamobagu-pecah/ ).

Isi berita perihal penertiban penjual sayur di Pasar 23 Maret Kotamobagu. Bagi saya pribadi, adalah hal sepele pemerintah kota tapi sudah berjalan 7 tahun ini tidak mampu selesaikan. Jauh dari dugaan saya, entah seorang atau beberapa mak penjual sayur, dalam berita sedikit menceritakan keberanian mak-mak melempari petugas Satpol-PP dengan ember. Satu orang petugas ‘makan getahnya’. Wah, ini seru! Menyimak dan merunut meski sedikit ulasan beritanya, saya seratus persen sepenuhnya mendukung tindakan mak-mak itu.

Ditengah amarah petugas dan kebengisan sang pimpinan, mereka tetap gigih dan keukeuh mempertahankan dagangannya. Alangkah terpuji sikap mak-mak penjual sayur ini demi bertahan sehari sekadar kecukupan anaknya di rumah. Saya juga meyakini, mak-mak penjual sayur ini sudah bertahan dan berjuang mencukupi kebutuhan hidupnya selama puluhan tahun. Jauh sebelum Kotamobagu ini dimekarkan. Seharusnya mereka mendapat lapak nyaman dan bebas dari pungutan apalagi keberingasan polisi pemerintah.

Tidak masuk di akal waras saya. Alih-alih melindungi pedagang kecil. Akibat lemparan ember mak penjual sayur ini, sang pimpinan polisi pemerintah melapornya ke polisi sungguhan. Kepala Seksi Operasional dan Penertiban Satpol-PP Kotamobagu Rio Lasabuda merasa dianiaya oleh mak-mak penjual sayur. Ah, aneh bin ajaib ini! Hanya bibir saja yang ‘pecah’, kenapa tidak sekalian kepalanya saja. Sudah mengusir; membongkar; menjarah dagangan maka-mak, tidak terima dilempari ember, melapor pula ke polisi sungguhan. Lantas, dengan melapor mak-mak pejuang keluarga bagi anak dan suaminya ini masuk di sel tahanan, urusan penertiban pedagang lapak emperan ini selesai?! Mereka dengan sendirinya tertib? Terus pemerintah dapat penghargaan? Begitu? Guoblok!

Gambaran derita pedagang sayur dan sebangsanya senasib bertahan di emperan jalan Pasar 23 Maret Kotamobagu, seperti tidak berkesudahan. Mereka hanya tidak dapat tempat layak saja. Mak Ati, seorang pedagang sayur kini harus berhadapan dengan polisi. Pengorbanan bertambah panjang dan berduri. Sudah hilang mata pencaharian, badan masuk dikurangan pula. Anak di rumah mau makan apa?

Walikota dan Wakil walikota, tolong tatar dan gembleng kembali aparatur cengeng itu. Jangan sampai menjadi suritauladan dan mewabah bagi aparatur lainnya. Dan kalian menjual dagangan kota jasa kepada warga Kotamobagu tak beda juga dengan dagangan emperan jalan; tidak teratur; tidak adil; absurd; kehilangan arah.

Keraguan saya–mungkin warga Kotamobagu dan mak-mak pedagang di Pasar–bahwa pemerintah Kotamobagu gagal mengemban visi dan misinya; menjadikan Kotamobagu kota jasa, semakin kuat. Mengatur pedagang emperan toko selalu mengundang masalah. Apakah kota jasa ini hanya memudahkan pedagang lapak beton seiringnya sekaligus menggilas pedagang lapak tikar 1×1?! Parah!. (***)

Penulis adalah Faisal Manoppo warga Mogolaing-Kotamobagu

Bagikan berita ini:

Comments are closed.

instink.net